Antara Kampanye Malaikat Versus Iblis; Dimanakah Kita?
Antara Kampanye Malaikat Versus Iblis; Dimanakah Kita?
Oleh: Dr. Mawardi Siregar, MA
Dalam konteks politik, kampanye diartikan sebagai tindakan yang dilakukan oleh para calon yang bersaing memperebutkan kedudukan/ jabatan kepemimpinan, sehingga mendapat dukungan massa dalam suatu pemungutan suara. Selama kampanye berlangsung, biasanya suhu politik semakin memanas, sehingga saling menyudutkan, menjelekkan, memfitnah dan saling membuka aib pun nyaris tidak bisa dihindarkan dan fatsoen (etika politik) juga kurang diindahkan. Pola kampanye yang seperti inilah sesungguhnya yang diperlihatkan iblis kepada Allah, sehingga Allah marah dan mengeluarkan iblis dari surga sekaligus mencapnya sebagai kafir.
Artikel ini tidak mengatakan bahwa kampanye yang dilakukan orang-orang yang berambisi jadi pemimpin selama ini adalah pola kampanye setan, karena penulis menilai bahwa setiap manusia memiliki kelemahan dan tidak luput dari kesalahan. Tulisan ini bermaksud untuk menggugah kesadaran kita, agar ke depan, dalam event-event pemilihan pemimpin, tidak lagi menerapkan pola kampanye yang dilakukan iblis. Karena, terlalu ceroboh rasanya, jika kita rela memfitnah orang lain hanya karena menginginkan jabatan yang sifatnya sementara. Tidakkah kita berpikir betapa sakitnya azab yang akan ditimpakan Allah kepada orang yang suka memfitnah?
Bolehlah kita berpikir, kalau di dunia ini kita bisa lepas dari mahkamah dunia, tetapi jangan pernah berpikir akan bebas dari mahkamah Tuhan Yang Maha Adil dan Bijaksana. Janganlah kepentingan sesaat (pragmatis) di dunia ini membutakan mata hati dan menutup cahaya iman kita, sehingga tidak dapat melihat kepentingan yang jauh lebih bermanfaat.
Kampanye Malaikat Versus Iblis
Ketika Allah Swt menyampaikan pengumuman lewat firman-Nya (QS. 2:30) akan menjadikan manusia sebagai khalifah di permukaan bumi, ada dua golongan makhluk Tuhan yang protes kepada Allah. Rame-rame mereka demonstrasi, berkampanye menyampaikan aspirasinya kepada Allah Swt. Golongan pertama adalah malaikat dengan membawa bendera putih yang menyimbolkan kebenaran. Sedangkan satu golongan lagi adalah iblis dengan membawa bendera hitam yang menyimbolkan keangkuhan dan pembangkangan.
Golongan pertama malaikat, mereka datang kepada Allah dan berkata; ”Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Inilah isi pesan yang disampaikan malaikat kepada Allah. Tetapi Allah sebagai pemegang hak otoritas mengatakan kepada malaikat ”Sesungguhnya Aku lebih mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
Selanjutnya Allah mengatakan kepada malaikat: ”Kalau kamu memang orang-orang yang benar, sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu.” Karena malaikat tidak mampu memenuhi permintaan Allah itu, malaikat langsung menjawab: ”Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana (QS. 2:32).
Pada saat yang sama Allah memerintahkan Adam untuk menyebutkan nama-nama benda yang ditanyakan Allah kepada malaikat, dan Adam pun menyebutkannya. Atas kelebihan yang dimiliki Adam, para malaikat menghormati dan memuliakan Adam. Lantas pelajaran apa yang bisa kita ambil dari perilaku malaikat tersebut? Paling tidak dari kampanye malaikat kepada Allah, kita mendapat pelajaran bahwa malaikat telah memperlihatkan sikap yang sangat santun. mereka tidak arogan, mereka mengakui kelemahannya dan mengakui kehebatan Adam, meskipun dari sisi penciptaan golongan malaikat jauh lebih mulia dari Adam. Malaikat tercipta dari cahaya sedangkan Adam tercipta dari sari pati tanah.
Berbeda dengan kampanye yang dilakukan golongan kedua, yaitu iblis. Ketika Allah menyuruh iblis sujud kepada Adam. Iblis malah protes dan tidak setuju. Dengan sikap arogansi dan membangkang, iblis kampanye di hadapan Allah dan mengatakan: ”Tuhan, Engkau ciptakan aku dari api dan Adam dari tanah. Bukankah api lebih mulia dari tanah? Apakah Kamu menyuruh aku sujud kepada Adam yang jauh lebih hina dari padaku? Sikap iblis itu memperlihatkan keengganan untuk mengakui keunggulan Adam, sehingga ia ingkar dan kafir kepada Allah. Atas dasar itulah Allah mengeluarkan iblis dari surga.
Kedua pola kampanye yang dilakoni malaikat dengan iblis terlihat amat sangat kontras. Malaikat berkampanye dengan santun dan menghargai, iblis berkampanye dengan arogansi dan pembangkangan.
Dimanakah Kita ?
Jika pola kampanye yang dilakoni malaikat dan iblis di hadapan Allah dikaitkan dengan pola kampanye kita selama ini, ternyata tidak jauh bedanya. Hanya saja, ketika itu malaikat dan iblis berkampanye bukan dalam proses pemilihan pemimpin, tetapi mereka ingin penegasan dari Allah. Malaikat bertanya kepada Allah, lalu Allah memberi penjelasan dan penegasan. Malaikat berkampanye dengan santun dan menerima keputusan dengan santun. Sebaliknya iblis berkampanye dengan arogan dan menolak keputusan Allah dengan arogan.
Begitulah sesungguhnya fenomena yang terjadi di masyarakat kita sekarang ini. Terutama menjelang pemilihan, apapun nama pemilihannya, baik pemilihan kepala lingkungan, pemilihan kepala daerah, pemilihan legislatif, sampai kepada pemilihan presiden. Setiap kandidat yang berlaga ada yang berkampanye dengan cara memfitnah dan menyampaikan kejelekan (black campaign) lawan politiknya tanpa melihat kelemahan yang dimilikinya. Bahkan ia menganggap bahwa dirinyalah kandidat paling bisa, paling baik, paling bersih, paling mulia, pokoknya ia menggambarkan bahwa dirinya adalah manusia paling super (superman) dan kandidat lain tidak ada apa-apanya. Jika pola kampanye seperti ini dikaitkan dengan pola kampanye kedua makhluk yang datang berkampanye untuk meyakinkan Allah, maka pola ini dikategorikan sebagai pola kampanye iblis yang melambangkan arogansi dan kesombongan.
Sebaliknya, ada juga kandidat yang berkampanye dengan santun, menghargai orang lain, tidak menjelekkan lawan politiknya, mengakui kelemahannya, dan merasa memiliki keterbatasan. Justru yang mengagumkan, kandidat tersebut mengatakan bahwa karena keterbatasan dan kelemahannya, ia butuh bantuan dari orang lain, dan butuh kerjasama dengan komponen lainnya. Jika pola kampanye seperti ini dikaitkan dengan pola kampanye kedua makhluk yang datang berkampanye untuk meyakinkan Allah, maka pola ini dikategorikan sebagai pola kampanye malaikat yang melambangkan kesantunan dan ketundukan.
Dari pola kampanye malaikat dan iblis yang telah dijelaskan, lantas dimanakah kita? Inilah yang perlu menjadi renungan bagi kita, agar ke depan tidak mengikuti pola kampanye iblis. Karena dalam berkompetisi, Islam mengajarkan agar setiap muslim berkompetisi secara sehat dalam melakukan kebaikan-kebaikan. Kompetisi tersebut juga harus berpegang teguh pada nilai-nilai kemanusiaan yang luhur. Sebagaimana dijelaskan dalam surah Al Baqarah ayat 148: ” Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu” (QS. 2:148).
Setelah kita mengetahui pola kampanye antara malaikat versus iblis, lantas dimanakah kita? Jawabannya, mari kita tepuk dada tanya iman. Jangan tepuk dada tanya selera. Wallohu a’lam bisshawwabi.
Penulis adalah Dosen Prodi BKI Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah
IAI Langsa – Aceh